( Oleh: Ida Bagus Wirahaji, S.T., S.Ag., M.Si)
Kaum urban semakin banyak datang ke kota untuk mencari pekerjaan. Mereka datang menyemut memadati kota, ibarat sekumpulan laron mengkerubuti sebuah lampu petromak. Padatnya penduduk kota membuat masyarakat kota dihadapkan pada persaingan hidup yang serba kompetitif. Hal ini memicu timbulnya masalah sosial yang kompleks yang pada ujung-ujungnya memberi kontribusi pada turunnya kualitas hidup itu sendiri. Masyarakat kota semakin rentan terkena berbagai penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit psikologis. Penyakit psikologis yang paling banyak diderita penduduk kota adalah depresi.
Penyebab depresi bukan hanya faktor psikososial seperti di atas. Depresi disebabkan oleh multifaktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal antara lain faktor genetik, biologis (perubahan biokimia di otak), kepribadian, pengalaman buruk di masa lalu. Faktor eksternal seperti konflik keluarga, peristiwa kehilangan, kekecewaan, penggunaan narkoba atau alkohol dan sebagainya.
Depresi adalah hal yang biasa, namun jika tidak dikenali akan menjadi luar biasa. Sebenarnya tanda-tanda awal penyakit depresi sangat mudah dikenali, namun sayangnya sering diabaikan, dianggap sebagai hal yang tidak penting, tidak berpengaruh terhadap produktivitas kerja bahkan tidak berpengaruh terhadap kesehatan. Tetapi begitu penyakit ini memasuki tahap yang berat, orang lebih suka mengambil jalan serba instan, seperti minum obat antidepresan, yang pada dasarnya hanya bersifat sementara, dan menyebabkan ketergantungan pada obat-obatan. Kemudian dalam waktu yang tidak beberapa lama penyakit ini datang lagi dan memerlukan obat yang lebih ‘kuat’.
Jalan lain yang sering diambil oleh penderita depresi adalah bunuh diri. Depresi memang penyakit yang dapat meningkatkan resiko bunuh diri. Tindakan bunuh diri menunjukkan ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi yang dihadapi. Suatu tindakan yang tidak dibenarkan oleh ajaran agama mana pun. Para spiritualis menganggap bunuh diri sebagai tindakan pengecut. Manusia bisa lari ‘dalam’ hidup ini, tapi tidak bisa lari ‘dari’ hidup ini.
Apa yang harus dilakukan oleh penderita depresi? Bunuh diri tidak boleh. Minum obat antidepresan atau obat penenang secara terus menerus juga tidak baik, malah merusak organ tubuh. Sementara para ahli psikologi modern, seperti Ivan Pavlov, Skinner, Jung dan Freud hanya berhasil merumuskan penyebab dan kondisi manusia yang terkena depresi, tetapi solusi yang diberikan untuk memulihkan kondisi penderita depresi belum memberi hasil yang sesuai dengan teori dikemukakannya. Jadi apa solusi terbaik dalam menangani penyakit depresi?
Gejala-Gejala Depresi
Gejala depresi sangat akrab dengan keseharian manusia. Depresi dapat dikenali melalui gejala fisik, psikis, dan sosial dari penderitanya. Gejala fisik antara lain: gangguan tidur, hilangnya selera, penurunan stamina secara perlahan-lahan, penurunan gairah seks, mudah sakit dan susah sembuh, seperti: nyeri ulu hati, pusing-pusing, sakit tenggorokan dan sebagainya. Gejala psikis antara lain: kehilangan rasa percaya diri, sensitif, mudah tersinggung, mudah marah, selalu curiga, merasa diri tidak berguna, perasaan bersalah, dan perasaan terbebani. Gejala sosial seperti perasaan minder, malu, cemas, serta perasaan inferior lainnya dalam berinteraksi. Penderita merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.
Kesalahan penderita depresi pada umumnya adalah tidak segera mengambil tindakan. Padahal semakin dini tindakan yang diambil, semakin mudah dalam penanganannya, dan semakin besar peluang untuk kembali normal. Beberapa penyebab lambatnya tindakan yang diambil oleh penderita, antara lain: karena ketidaktahuan akan gejala-gejala depresi itu, tahu tapi menyepelekan gejala-gejala itu tidak akan berakibat yang lebih parah, atau karena kesibukan mencari nafkah sehingga tidak punya waktu diri untuk ‘mengurus’ diri.
Lapisan Kesadaran Manusia
Depresi bukanlah penyakit infeksi yang dapat dibasmi dengan antibiotik. Tidak ada obat ‘ajaib’ dari dokter untuk penyakit ini. Semua obat-obat dokter untuk penyakit depresi beresiko memberikan efek samping yang berbahaya. Depresi sebaiknya ditangani dari awal, dengan mempelajari gejala-gejalanya, melakukan refleksi atas kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan selama ini.
Depresi membutuhkan penanganan holistik, penanganan yang bersifat menyeluruh. Untuk itu perlu dipelajari terlebih dahulu aspek-aspek apa saja yang ‘membentuk’ manusia. Para yogi India sebagaimana termuat dalam literatur-literatur sistem mistik yoga memperkenalkan konsep Panca Maya Kosha, yaitu 5 (lima) lapisan (aspek) kesadaran yang membentuk kepribadian manusia. Kelima lapisan itu adalah:
1. Annamaya kosha, atau lapisan fisik
2. Pranamaya Kosha, atau lapisan psikis/energi
3. Manomaya Kosha, atau lapisan mental-emosional
4. Wijnanamaya Kosha, atau lapisan intelegensia/budi pekerti
5. Anandamaya Kosha, atau lapisan spiritual
1. Annamaya Kosha, adalah lapisan (aspek) fisik yang dapat diamati, dibangun dari sari-sari makanan. Badan kasar bertahan karena makanan dan kembali menjadi makanan. Penyakit tidak bersumber pada lapisan ini. Lapisan ini menerima datangnya penyakit yang dikirim oleh lapisan energi.
2. Pranamaya Kosha, adalah lapisan (aspek) psikis yang dibangun oleh energi (prana), sehingga sering juga disebut lapisan energi. Lapisan ini dibangun oleh energi, yang di antaranya diperoleh lewat pernafasan. Manusia bisa saja hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, bisa hidup tanpa air dalam beberapa hari, tetapi tidak dapat mempertahankan kehidupan walau pun sedetik tanpa energi. Lapisan ini berfungsi meneruskan apa-apa yang terjadi di lapisan mental-emosional.
3. Manomaya Kosha, adalah lapisan (aspek) mental-emosional. Lapisan ini menjadi pusat kepribadian manusia. Apabila manusia dapat mengendalikan mental dan emosionalnya, ia akan tenang. Ketenangan yang terjadi di lapisan ini diteruskan oleh lapisan energi ke lapisan fisik. Sehingga manusia itu tampak tenang, segar, cerah, tampil tanpa beban. Tetapi sebaliknya bila manusia tidak mampu mengontrol terjadinya kekacauan di lapisan ini, sementara lapisan energi meneruskan ke lapisan fisik, maka dikatakan manusia itu ‘jatuh’ sakit. Terkadang lapisan energi tidak meneruskan apa yang terjadi di lapisan mental-emosional ke lapisan fisik, tetapi jangan lupa ‘tidak diteruskan’ bukan berarti ‘dibereskan’. Lapisan mental-emosional tetap kacau, meskipun orang itu kelihatan tenang-tenang saja.
Depresi dan semua penyakit lainnya bersumber dari lapisan ini. Lapisan ini harus dapat dikendalikan untuk mengatasi depresi. Untuk dapat mengendalikan/mengontrol lapisan ini diperlukan ‘lembaga’ (lapisan) yang lebih tinggi. Ibarat kerusuhan yang terjadi di jalan raya, hanya bisa diatasi oleh aparat yang mempunyai kekuatan yang lebih tinggi untuk meredam aksi kerusuhan. Para pelaku kerusuhan itu sendiri tidak dapat diharapkan untuk menghentikan aksinya.
4. Wijnanamaya Kosha, adalah lapisan (aspek) intelegensia yang merupakan nurani manusia yang diperoleh semenjak lahir. Lapisan ini tidak dapat dipisahkan dari keperibadian manusia. Intelegensia tidak sama dengan intelektual. Seorang intelegensia belum tentu intelektual. Demikian juga sebaliknya, seorang yang intelek belum tentu ia seorang intelegen. Kata intelegensia mempunyai makna paling dekat dengan ‘budi pekerti’, yaitu kecerdasan jiwa. Sedangkan intelektual adalah kecerdasan otak. Orang-orang intelegensia antara lain: para Maharsi, Buddha, Yesus, Mohammad. Siddharta Gautama sekalipun lahir di Keraton dengan keadaan yang serba mewah, tapi justru ia mencapai kebuddhaannya setelah meninggalkan semuanya itu. Yesus hanyalah anak seorang tukang kayu. Mohammad seorang yang buta huruf. Mereka ini bukan seorang intelektual tapi mampu mengubah sejarah dunia.
Manusia harus menguatkan, memberdayakan lapisan ini agar dapat mengontrol lapisan mental-emosional di mana depresi berasal. Lapisan ini akan menjadi kuat apabila dapat dukungan dari ‘lembaga’ yang lebih tinggi.
5. Anandamaya Kosha, adalah lapisan (aspek) kebahagiaan sejati. Lapisan ini adalah hasil akhir pemekaran kepribadian manusia. Merupakan lapisan kesadaran tertinggi. Inilah ‘lembaga’ tertinggi pada manusia. Bila lapisan ini kuat akan dapat mengontrol semua lapisan di bawahnya. Berada pada lapisan ini manusia akan dapat melihat kelahiran dan kematian hanyalah dua sisi bagian kehidupan.
Seorang dokter hanya menangani aspek fisik saja. Psikolog menangani aspek psikis, dan psikiater menangani aspek mental-emosional. Lalu siapa yang menangani aspek intelegensia dan aspek spiritual? Pada hal hanya aspek intelegensia dan spiritual yang dapat mengontrol aspek mental-emosional sebagai sumber penyakit atau disease (ketidaknyamanan) itu. Selama lapisan mental-emosional tidak dapat dikontrol, terapi dan obat yang diberikan oleh seorang dokter, psikolog, psikiater, dan pengobatan alternatif lainnya hanyalah bersifat sementara.
Ironisnya banyak orang yang mengkultuskan dokter ini, dukun itu. Mereka menggantungkan harapan kepada dokter, psikolog, psikiater, dan pengobat alternatif lainnya untuk menjaga kesehatannya. Jadwal berkunjung berobat pun dikondisikan menjadi kebiasaan. Bahkan ada yang menceritakan dengan bangga tentang dokter atau dukun langganan, yang menjadi ‘andalannya’.
Mempunyai kepercayaan kepada dokter atau yang lainnya tidaklah salah. Yang salah adalah tidak disadarinya bahwa kesehatan itu sebetulnya merupakan urusan diri sendiri, dimulai dari diri sendiri. Penyakit itu berasal dari kebiasaan-kebiasaan menyimpang yang dilakukan oleh yang bersangkutan, selain memang berasal dari warisan biologis kedua orang tua. Selama lapisan intelegensia dan lapisan spiritual tidak berkembang, jadwal kunjungan ke dokter akan semakin sering, dan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Lagi pula masalah kesehatan adalah urusan yang bersifat sangat pribadi, urusan diri sendiri.
Depresi berasal dari stres yang berkepanjangan. Stres tidak boleh dibiarkan, juga tidak baik diobati terus-menerus. Lalu bagaimana menangani stres? Hanya ada satu solusi: stres harus DIIMBANGI. Itu saja! diimbangi dengan apa? Diimbangi dengan lawan dari stres itu: Relaksasi. Dengan meluangkan waktu melakukan ralaksasi setiap hari akan dapat mengimbangi stres yang muncul setiap saat. Relaksasi akan memberi manfaat yang lebih cepat apabila didukung dengan latihan-latihan meditasi. Sebetulnya relaksasi dan meditasi merupakan bagian dari disiplin yoga dalam tradisi kuno India, cuma kemasannya yang berbeda.
Untuk itu diperlukan kehadiran guru meditasi yang mampu memberikan tuntunan dan teknik-teknik untuk memperkuat lapisan spiritual, sebagai ‘lembaga’ tertinggi manusia. Lapisan spiritual yang kuat, akan memperkuat lapisan intelegensia. Lapisan intelegensia yang kuat akan memperkuat lapisan mental-emosional. Lapisan mental-emosional yang kuat menjadikan manusia itu kuat, tangguh dalam menghadapi segala masalah dan rintangan dalam hidupnya.
Sementara itu lapisan energi meneruskan ‘kondisi’ yang sehat di lapisan mental-emosional ini ke lapisan fisik, maka orang tersebut tampak: tenang, sehat, bugar, ceria, bahagia, merespon segala sesuatunya secara positiv, dan sebagainya.
Jadi peran guru spiritual dalam mengaktifkan, menguatkan, atau mengembangkan lapisan spiritual amatlah penting. Tetapi peran seorang guru spiritual akan berhasil apabila didukung oleh motivasi dan dedikasi dari murid-murid asuhannya. Motivasi artinya murid mempunyai semangat tinggi, tekun, tidak putus asa, menyakini teknik dan metode latihan yang diberikan guru. Dedikasi maksudnya murid-murid memiliki kepercayaan, loyalitas, dan berbakti kepada guru.
DAFTAR PUSTAKA
Avalon, Arthur. 1997. Mahanirwana Tantra. Penerjemah: K. Nila. Denpasar: Upada Sastra
Priest, Robert. 1991. Stres & Depresi – Bagaimana Cara Mencegah dan Mengatasinya. Semarang: Dahara Prize.
Swarth, Judith. 1993. Stres dan Nutrisi. Alih Bahasa: Irawan. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar